Rabu, 15 Januari 2014

#FebrianJogja DAY 1

Naek kereta atau pesawat ya? Pertanyaan yang pertama muncul ketika terbersit di pikiran gue untuk mengunjungi Yogyakarta. Tapi yang pertama gue cek tiket pesawat dulu sih, soalnya lebih cepet kalo naek pesawat, cuma 1 jam dari Jakarta, sedangkan kalo naek kereta bisa keabisan waktu di jalan. Ternyata ada tiket pesawat terjangkau, langsung sesegera mungkin gue book. Walaupun pulang dan pergi naek maskapai yang berbeda supaya lebih murah, akhirnya gue memutuskan untuk berangkat ke Yogyakarta dengan menggunakan pesawat luar angkasa (mungkin gak sih??) ya pesawat terbang lah ya yang pasti.

Seperti biasanya 2 jam sebelum pesawat diberangkatkan gue sebagai penumpang yang tau diri dan gak mau beli tiket double, kita harus on time, pesawat gue berangkat jam 5.10 pagi, jadi mau gak mau jam 3an harus udah di airport, berat sih rasanya tapi lebih berat dosa lo sih, haha. Karena durasi di udara cuma sejam, ya nanggung sih kalo mau tidur lagi, akhirnya photo-photo aja, secara gue bawa GoPro pinjeman yang keren bgt (thanks ya mal! :D) sampe akhirnya dimarahin pramugari karena pesawat udah mau landing gue masih sibuk foto. Setelah photo session sekitar 1jam di pesawat, sampailah di Bandara Adisucipto Jogjakarta.

Sesampainya disini yang dilakukan adalah foto lagi tentunya, karena foto #selfie tidak akan mengurangi umur anda, hahaha. Keluar bandara, banyak supir taksi dan tukang becak yang menawarkan untuk menemani kesendirian gue, errrr -_-“
Tapi gue tak tergoda sedikitpun, akhirnya dengan papan petunjuk yang sangat jelas gue keluar dari bandara dan menuju halte TransJogja. Awalnya agak bingung dengan peta nya, tapi pegawai TransJogja yang ada di halte sangat ramah dan membantu menunjukan jalan dan dimana kita harus berhenti, bayarnya hanya Rp. 3000 saja lho, mirip sebetulnya sistemnya dengan TransJakarta tapi bedanya penumpang disini sangat ramah, lain halnya dengan di ibukota, bukannya ramah tapi rajin menjamah. Gue ketemu dengan satu ibu sudah tuaaaa sekali, dia katanya abis dari sebuah kota deket sini, gue pengen banget ajak ngobrol dan nanya nanya, pacarnya siapa atau mantannya berapa, tapi sayang banget dia ga bisa bahasa tubuh, karena cuma dengan bahasa tubuh gue bisa berkomunikasi dengan orang baru (apasih -___-) ya intinya gue cuma bisa kasih senyuman dan bantuin bawain barang dia pas naek bus, dia juga bukan penjual pulsa ya (liat foto).

Sampai di Jogja itu sekitar jam 6 pagi, sedangkan hotel baru bisa check in jam 12 an kan, ya tapi mau gamau ke hotel dulu naro barang, baru lanjut jalan-jalan. Setelah naro koper di hotel, gue melanjutkan perjalanan mencari sarapan yang direkomendasikan dari internet, namanya Gudeg Yu Djum, konon katanya ini merupakan depot gudeg pertama di Jogja, wow. Nyasar, iya. Lapar juga iya. Bermodalkan internet dan google maps, mencari alamat dan bertanya penduduk sekitar gimana caranya ke gudeg Yu Djum ini, akhirnya sampe lah setelah lumayan jalan jauh dan nyasar, semua itu terbayar dengan kenikmatan yang ditawarkan oleh Yu Djum, sepiring nasi gudeg lengkap dengan brutu (pantat ayam) menghilangkan semua rasa sepi. Err. Gudeh Yu Djum ini bukan cuma ada di satu tempat, banyak gerainya, tinggal dipilih aja yg terdekat sebenernya, cuma sok-sok an pengen di pusatnya yang ternyata ga nemu juga, tp rasanya tetep enak dan menggugah selera.

Setelah perut terisi gue jalan kaki mencari angkutan yang mau ngangkut gue dan perut yang penuh dengan gudeg ini, ga nemu dan nyasar lagi sampe ke UGM, sampai akhirnya ada angkutan umum serupa bus yang lewat, dan tanpa pikir panjang gue pun naik. “Pak, kalo mau ke Manding, gimana caranya?” pertanyaan pertama gue pada saat naek di bus itu ke pak kenek. Dan dengan ramah dia memberi tahu bukan tempe, kalo mau ke Manding, naek bus dari terminal ke arah Parang Tritis, nanti sampe di sana. Sampailah gue di lokasi tujuan gue, Manding. Wilayah ini terkenal dengan pengrajin kulit manusia (yakaleee) ya kulit sapi lah yah, yang dijadikan sepatu dan tas, sepanjang jalan kanan kiri kulihat saja cuma toko, bukan pohon cemara, karena bukan di gunung. Produk yang ditawarkan materialnya bagus, tapi sayang untuk model atau designnya agak sedikit tertinggal atau gak ngikutin perkembangan tren masa kini. Alhasil gue tidak membeli satu barang pun dari manding, mungkin karena masalah selera aja sih.

Setelah berjalan-jalan dan berpanas-panasan di kawasan Manding, perut pun minta diisi, akhirnya buka tripadvisor dan langsung mencoba rekomendasi tempat makan di daerah Jogja yang konon enak dan wajib dikunjungi jika berkunjung ke kota ini. Pilihan gue jatoh ke Café Via Via, tempatnya nyaman, makanan enak dan pelayanan memuaskan, pilihan gue ga salah ternyata.

Perut kenyang, maunya tidur, tapi lagi di Jogja masa mau tidur siang sih, mau bobo siang di rumah aja mendingan, akhirnya gue memutuskan untuk mengunjungi Taman Sari, tempat ini sayang sekali kurang pengelolaan, jadi kurang pesonanya, di kawasan ini gue nemu satu logo yang menarik perhatian gue di salah satu rumah, logo besar bertuliskan “Voice of Jogja” karena keingin tahuan gue besar, gue masuk dan ternyata tempat ini adalah art gallery, isinya adalah kaos kaos dengan gambar-gambar penuh arti dan ada sebagian koleksi yang memang gambarnya dilukis oleh seniman-seniman yang ingin menyuarakan isi hatinya melalui sebuah karya yang ditumpahkan di sebuah kaos. Gue sedikit ngobrol dengan pemilik art gallery ini, namanya mas Heri. Gue kagum dengan karya dan kegigihannya terhadap karya seni dan juga batik. Sebuah karya mas Heri yang gue beli adalah sebuah kaos bergambar seorang wanita yang mirip dengan Cleopatra dan dilengkapi dengan ornamen-ornamen jawa campur pop-art. Gue seperti menemukan harta karun karena karya mas Heri ini cuma ada 1 dan ga akan ada yang punya di seluruh muka bumi ini selain gue. Hahaha. Mengenai harga kalo untuk ukuran sebuah kaos memang cukup mahal, tapi menimbang ini adalah sebuah karya seni, itu bukan menjadi masalah.

Sepulang dari Taman sari dengan harta karun yang gue temukan disana, gue pulang ke hotel untuk istirahat sejenak dan bersiap-siap untuk menonton pertunjukan Ramayana Ballet atau pertunjukan tari Ramayana di kawasan Candi Prambanan, katanya jika musim kemarau pertunjukan ini berlatar belakangkan langsung candi prambanan (pasti keren banget sih) tapi karena sekarang sedang musim langit menangis jadi ya pertunjukan ini digelar di ruangan yang semi outdoor, tapi cukup nyaman sih. Pertunjukan ini menceritakan cerita tentang kisah percintaan Rama dan Shinta dan berlangsung kurang lebih 2 jam dengan 10 menit intermezzo antara babak 1 dan babak 2. Disarankan kalo mau nonton pertunjukan ini, baca dulu sinopsis yang disediakan di pintu masuk, supaya bisa ngerti cerita dari pertunjukan yang disuguhkan, karena selain pertunjukan musikal ini berbahasa jawa, jika tidak tahu alias tempe jalan ceritanya, bisa-bisa ketiduran nanti. Menurut gue overall pertunjukan ini bagus. Oh iya, harga tiket masuk nya adalah 100rb-250rb rupiah. Jangan takut untuk susah pulang ke tempat lo bermalam dari Prambanan, karena disediakan jasa angkutan seharga 30rb rupiah per orang, diantar sampai ke hotel, kecuali hotel lo di Surabaya, ya itu sih ga mungkin dianter. Pertunjukan ini dimulai jam 19.30 dan berakhir di jam 21.30, ada makanan juga disediakan tapi beli ya, kencing aja bayar kale, eh kalo disini kencing gratis sih. Jadi ga perlu takut kelaperan.

Jadi hari pertama gue di Yogyakarta diakhiri dengan menonton pertunjukan yang seru ini, seru untuk diceritain ada lucunya, ada ngantuknya (ya maklum udah beraktivitas dari jam 3 pagi, menurut nganjuuuug?) Kesan yang ditinggalkan di hari pertama gue di kota ini adalah manis. Gue akan share pengalaman hari ke-2 gue di Yogyakarta di postingan berikut ya, mudah-mudahan terhibur dengan cerita gue.

Selamat jalan-jalan, semoga kita berpapasan.

Cheers,



Febrian


Tidak ada komentar:

Posting Komentar