Sabtu, 20 Agustus 2016

Lembata with Kopernik

Apa yang ada di benak lo ketika gue bilang tentang nama Lembata? Kalo gue sih bakal mikir kalo itu jauuuuuuuuh banget. Karena memang gue belum pernah kesana sebelumnya, terus hal lain yang gue tau dari Lembata itu adalah ya tradisi orang Lembata yang biasa nangkep paus. (sedih) Iya itu sih kalo gue, gue ga tau kalo lo, apakah pernah kesana atau pernah denger tentang nama Lembata sebelumnya.

Pemandangan Lembata dari atas kapal menuju sana dari Larantuka
Melanjutkan tulisan gue sebelumnya tentang perjalanan gue bersama kopernik, dari Larantuka gue diajak buat live in bersama ibu inspirasi lainnya di Desa Beutaran, Iliape, Lembata. Kalo lo nanya itu dimananya tempat perburuan paus, desa ini jauh dari tempat itu, perburuan paus adanya di Lamalera (sedih). Nah gue akan gambarkan sedikit tentang Desa Beutaran yang gue tempati selama beberapa hari. Desa ini kering banget, bisa dibilang curah hujan cuma setahun sekali, bahkan yah mereka kalo berhasil panen itu ada perayaannya, pesta gitu karena jarang banget berhasil panen, bisa 3-5 tahun sekali katanya. Meskipun tempat ini kering banget tapi bertolak belakang sama basah bahkan bisa dibilang banjirnya keramah tamahan dari seisi rumah bahkan kampung yang gue datengin ini. Masyarakatnya bener-bener ramah banget, dan ga dibuat-buat, gue bisa ngerasain ketulusan mereka, dari gue dateng sampe gue pulang.
Teman-teman melaut Kaka Nona
Gue tinggal bersama seorang ibu inspirasi yang ada disini, kalo kelewatan tentang apa itu kopernik dan apa itu ibu inspirasi bisa cek di tulisan gue sebelumnya or simply check your instagram and search #IbuInspirasi / #IDWomen4Energy. Ibu inspirasi ini bernama Mama Rovina atau yang biasa dipanggil Kaka Nona (36th). Di umurnya yang belum mencapai 40th, Kaka Nona harus menanggung beban yang sangat berat, bayangin aja dia ditinggal sama suaminya (suaminya kawin lagi) dengan 2 orang anak perempuan yang sekarang masih kelas 3 SD namanya Natalia biasa dipanggil Lita dan kelas 6 SD namanya Lenti, juga ada 2 orang keponakan dari Kaka Nona yang bernama Jon dan Lewa yang tinggal bersama dengan Kaka Nona karena orang tuanya bekerja di Malaysia. Lebih kurang beruntungnya lagi Kaka Nona tinggal di remote area (daerah terpencil) yang belum ada listrik, signal telepon yang susah, bahkan kesulitan air bersih.

Jon, Lita, Kaka Nona, Lenti dan Lewa (my new family)
Jon
Lenti, Kaka Nona dan Lita
Tapi hal itu ga ngebuat semangat Kaka Nona patah buat berjuang buat anak-anaknya, selama disana gue ikutin kegiatan Kaka Nona sehari-hari, itu pun kayanya dia udah adjust dengan gue yang bukan orang sana, jadi ga terlalu seheboh biasanya, biasanya kegiatan dia sehari-hari itu adalah bangun pagi siapin sarapan buat anak-anak, pergi ke laut cari tripang, rumput laut atau ikan, menenun dan balik lagi ke laut di malem hari setelah anak-anak tidur. Berat memang, tapi itu yang bikin dia bisa bertahan hidup, itu mata pencahariannya. FYI (for your information) itu jarak dari rumah ke laut sekitar 1 jam jalan kaki naek turun bukit.

Menenun
Sepulang melaut di siang hari, Kaka Nona paling kanan.
Jarak 1 jam juga kurang lebih yang harus dilewatin kalo mau cari air bersih (sumur) yang airnya juga payau (gue cobain air dari sumur dan rasanya asin), biasanya masyarakat Desa Beutaran dan Tagawiti nyari air bersih ya disini, katanya sih itu udah ada dari jaman nenek moyang mereka dulu. Tapi sekarang memang udah ada bisa dibeli air bersih per drum itu 15rb.

Beberapa ibu sedang mencuci di sumur
Nah semenjak Kaka Nona jadi bagian dari Ibu Inspirasinya kopernik, dia mulai makin berhemat karena ga perlu lagi buat beli minyak tanah buat masak, saringan air minum dari air mentah ga perlu dimasak udah ada, yang paling penting sekarang rumah Kaka Nona yang belum selesai dibangun ini ada penerangan di malam hari karena pake lampu tenaga surya dari kopernik.

Lampu tenaga surya buat melaut sedang dijemur bareng ikan
Salah satu opa, tetangga Kaka Nona 
Kemaren disana juga selain gue ikut ke laut sama Kaka Nona buat nyari tripang dan chill makan kelapa muda di pantai yang indah, gue juga ikutan ngejelasin tentang teknologi tepat guna ini di kelompok tenunnya Kaka Nona, seneng banget gue bisa bantu ngejelasin sesuatu yang bisa bantu mereka juga untuk berhemat dan lebih sehat.

Setelah melaut dan makan kelapa sama-sama
Selama gue disana gue selain itu juga sempet ngajar sedikit bahasa inggris ke anak-anak desa itu juga sembari ngajarin pengalaman yang gue punya ke anak-anak di Desa Beutaran sambil bagi-bagi buku, gue seneng banget liat antusias mereka belajar bareng gue, meskipun ga banyak, mudah-mudahan apa yang gue kasih bisa bermanfaat buat mereka di kemudian hari.

berfoto setelah belajar bareng
Program Ibu inspirasi ini memang sangat menginspirasi menurut gue, dimana pas gue disana hampir semua tetangga Kaka Nona bilang kalo dia adalah contoh seorang perempuan yang kuat yang patut dijadikan contoh buat perempuan lainnya. Gue bisa liat bahwa Kaka Nona itu bener-bener seorang ibu inspirasi yang sesungguhnya, dimana dia bisa menginspirasi sekitarnya, berkat Kaka Nona sekarang kalo mereka (masyarakat Desa Beutaran) melaut di malam hari, ada penerangan. Thanks to kopernik dan pas gue pulang sesuatu bilang dalam diri gue bahwa gue harus balik lagi kesini dan sedikit ngeringanin beban Kaka Nona (detail bisa cek di twitter #BantuKakaNona) juga ngecek ajaran gue ke anak-anak disitu tentang sampah dan minum segelas air putih pas bangun tidur bener-bener mereka lakuin atau enggak.

Lita saat mau berangkat sekolah
Gue seneng banget dan ngerasa beruntung diajak sama kopernik buat ngeliat langsung dan ngerasain kehidupan di remote area bareng Ibu inspirasi, sebetulnya bukan cuma seorang ibu yang bisa menginspirasi, tapi kita juga bisa, ayo kita lakuin sesuatu buat bangsa ini, karena kalo bukan kita siapa lagi.

"Kami tunggu kaka kembali!"

Selamat jalan-jalan, semoga kita berpapasan!

Cheers,




Febrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar